Minggu, 22 November 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENYELESAIAN HITUNG VOLUME BANGUN RUANG DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOTA KRETEK PADA SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR



PENINGKATAN KEMAMPUAN PENYELESAIAN HITUNG VOLUME 
BANGUN RUANG DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOTA
KRETEK PADA SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum sekolah. Menurut pendapat  Stanic (dalam hamzah,2001:8) bahwa tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah untuk meningkatkan kemampuan berfikir siswa, peningkatan sifat kreativitas, dan kritis. Selain itu pentingnya pembelajaran matematika juga karena terdapat proses pembentukan karakter didalamnya seperti berfikir kritis, ketekunan, kesabaran, dan ketelitian.
Dalam proses pembelajaran banyak komponen yang mempengaruhi hasil belajar diantaranya adalah bahan atau materi yang dipelajari, model pembelajaran, metode pengajaran yang dilakukan, siswa dan guru sebagai subyek belajar (Sudjana,2001:39). Komponen-komponen tersebut saling terkait satu sama lain sehingga melemahnya satu komponen akan menghambat pencapaian tujuan pembelajaran secara optimal. Dimyati dan Mudjiono (2002:51) berpendapat bahwa proses pembelajaran akan lebih efektif apabila siswa lebih aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Partisipasi menjadikan siswa akan dapat memahami pelajaran dari pengalamannya sehingga akan mempertinggi prestasi belajarnya.
Upaya mewujudkan keberhasilan tujuan pembelajaran tersebut, dalam proses belajar mengajar guru dituntut untuk mampu menguasai materi pelajaran, karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta keterampilan siswa. Oleh karena itu, diharapkan guru memiliki inovasi mengajar yang baik dan mampu memilih strategi dan model pembelajaran yang tepat.
Banyak siswa memandang bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit, meyeramkan, bahkan tidak jarang seorang siswa yang drop out karena takut dan tidak suka matematika. Namun, siswa harus mempelajarinya karena merupakan sarana memecahkan masalah sehari-hari yang mengacu perkembangan sumber daya manusia.
PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 ayat (1) menyatakan:
proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Matematika dapat disajikan dalam kegiatan belajar yang menyenangkan apabila guru lebih kreatif dalam penyajian dengan menemukan gagasan baru tanpa terkesan matematika meyeramkan.
Berdasarkan observasi di SD Negeri 2 Bulungkulon, nilai siswa kelas VI pada topik volume bangun ruang masih rendah.  Ketuntasan belajar 24 siswa hanya 29,17% dengan nilai rata-rata 53,67. Hasil pembelajaran tidak mencapai kriteria ketuntasan yang ditetapkan 85% dengan nilai KKM 70. Hal itu karena guru tidak menyajikan dengan model pembelajaran yang menarik. Oleh karena itu, peneliti mencari solusi dengan model pembelajaran KOTA KRETEK. Dalam  model pembelajaran KOTA KRETEK siswa dituntut aktif bekerjasama secara kooperatif dalam kelompok yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok yang heterogen untuk saling membantu satu sama lain dalam belajar. Belajar kelompok memungkinkan siswa lebih terlibat aktif dalam belajar karena ia mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dan memungkinkan berkembangnya daya kreatifitas pada siswa bersama teman sebayanya dengan menyenangkan. Ada 6 komponen dalam model pembelajaran KOTA KRETEK, yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, rekognisi tim, dan kreasi tayangan komputer untuk memperjelas konsep.  Melalui model pembelajaran KOTA KRETEK siswa saling membantu dalam memahami materi bangun ruang dan menjadikan siswa lebih mudah menguasai materi sehingga kemampuan dan hasil belajar siswa dapat meningkat
Melalui penerapan model pembelajaran KOTA KRETEK peneliti berharap dapat membantu siswa melakukan pembelajaran secara kooperatif dan menyenangkan sehingga kemampuan pengerjaan soal bangun ruang untuk UAS akan meningkat.
B.       Identifikasi Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1) mengapa siswa sulit memahami dan menghafalkan rumus volume bangun ruang?, 2) mengapa kemampuan penyelesaian hitung volume bangun ruang siswa rendah?, 3) faktor apa yang menyebabkan rendahnya kemampuan penyelesaian hitung volume bangun ruang siswa?, 4) bagaimana cara meningkatkan kemampuan penyelesaian hitung volume bangun ruang pada siswa kelas VI SDN 2 Bulungkulon Tahun Pelajaran 2013/2014?
C.      Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini peneliti membatasi masalah, yaitu: 1) rendahnya kemampuan penyelesaian hitung volume bangun ruang, 2) penerapan model pembelajaran KOTA KRETEK dalam pembelajaran volume bangun ruang pada siswa kelas VI SDN 2 Bulungkulon Tahun Pelajaran 2013/2014.
D.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian tindakan kelas ini adalah: 1) Apakah penggunaan model pembelajaran KOTA KRETEK dapat meningkatkan kemampuan penyelesaian hitung volume bangun ruang siswa kelas VI SDN 2 Bulungkulon Tahun Pelajaran 2013/2014?, 2) bagaimanakah hasil peningkatan kemampuan penyelesaian hitung volume bangun ruang siswa kelas VI SDN 2 Bulungkulon Tahun Pelajaran 2013/2014 dengan menggunakan model pembelajaran KOTA KRETEK?
E.       Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah: 1) meningkatkan kemampuan penyelesaian hitung volume bangun ruang siswa kelas VI SDN 2 Bulungkulon Tahun Pelajaran 2013/2014 menggunakan model pembelajaran KOTA KRETEK, 2) mengetahui hasil peningkatan kemampuan penyelesaian hitung volume bangun ruang siswa kelas VI SDN 2 Bulungkulon Tahun Pelajaran 2013/2014 menggunakan model pembelajaran KOTA KRETEK?
F.     Manfaat Penelitian
 Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis maupun secara praktis. Manfaat teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi edukatif, yaitu di bidang pembelajaran matematika, khususnya pada pembelajaran volume bangun ruang. Juga diharapkan bisa menambah khasanah model-model pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM).
Manfaat praktis, yaitu: (a) bagi guru, sebagai referensi dan inovasi baru dalam pembelajaran tentang volume bangun ruang. Guru juga bisa mengembangkan model pembelajaran ini lebih lanjut sesuai dengan karakter kelasnya dan kompetensi dasar lain yang relevan dengan pembelajaran matematika untuk meningkatkan kreativitas dan kemampuan pengerjaan soal siswa  (b) bagi siswa, dapat meningkatkan kreatifitas, inspiratif dan merasa senang dan nyaman selama mengikuti pembelajaran matematika khususnya materi volume bangun ruang, (c) bagi sekolah, untuk meningkatkan  capaian outcome hasil belajar siswa mata pelajaran matematika khususnya pada materi volume bangun ruang sehingga kualitas proses pembelajaran dan hasil pembelajarannya semakin lebih meningkat, (d) bagi dunia pendidikan, dapat menjadi sumbangan pemikiran yang bermanfaat dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A.      Kemampuan Pengerjaan Soal
Kemampuan penyelesaian hitung menunjukkan keberhasilan seseorang menyelesaikan soal atau pertanyaan berhitung dengan benar pada suatu bidang pengerjaan berhitung dari hasil pembelajaran. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengalami proses pembelajaran. Hasil belajar pada hakekatnya merupakan perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya (Hamalik 2011:55). Perolehan aspek-aspek perubahan tingkah laku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Dalam pembelajaran, perubahan tingkah laku yang harus dicapai oleh pembelajar setelah melaksanakan aktifitas belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Sejalan dengan itu, pembelajaran akan dapat berhasil apabila siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran. Seperti yang dikemukakan oleh Setyo (2012) bahwa:
Pembelajaran akan berhasil apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam pengorganisasian dan penentuan informasi. Siswa tidak pasif menerima pengetahuan yang diberikan guru. Hasil belajar tidak hanya meningkatkan pemahaman siswa, tetapi juga meningkatkan keterampilan berfikir siswa yang salah satunya ditandai kemampuan menyelesaikan persoalan yang dimunculkan.
Agar dapat meningkatkan kemampuan penyelesaian hitung dan menyelesaikan masalah yang dimunculkan, yang perlu diperhatikan adalah: (1) Konsistensi kegiatan belajar dengan kurikulum dilihat dari aspek: tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, alat pembelajaran yang digunakan, strategi evaluasi, (2) Keterlaksanaan kegiatan belajar mengajar meliputi: menyajikan alat, sumber dan perlengkapan belajar, mengkondisikan kegitan belajar mengajar, menggunakan waktu yang tersedia untuk kegiatan belajar mengajar secara efektif, motivasi belajar siswa, menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikan, mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar, melaksanakan komunikasi interaktif kepada siswa, melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar.
Usman (2002:36) mengemukakan bahwa: “keberhasilan guru dalam mengajar dapat dilihat dari keberhasilan siswa menguasai apa yang diajarkan guru.” indikator untuk menentukan apakah pembelajaran berhasil atau tidak dapat dilihat dari dua segi yaitu: (1) mengajar guru, menyangkut sejauh mana tujuan pembelajaran yang direncanakan guru tercapai, (2) belajar siswa, mengungkapkan sejauh mana tujuan pembelajaran dapat tercapai atau yang  disebut dengan ketuntasan belajar yang dilakukan dengan tes evaluasi.
B.       Konsep Matematika Tentang Bangun Ruang
Menurut Gagne (dalam Asikin,2009:157) konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan seseorang mengelompokkan benda ke dalam contoh dan non contoh. Sedangkan istilah matematika berasal dari kata Yunani yaitu mathein atau manthenein yang berarti mempelajari. Matematika merupakan ajaran, pengetahuan abstrak dan deduktif, dimana kesimpulan tidak ditarik berdasarkan pengalaman keindraan, tetapi atas kesimpulan yang ditarik dari kaidah-kaidah tertentu melalui deduksi. Matematika merupakan kreasi pemikiran manusia yang pada intinya berkait dengan ide-ide, proses-proses dan penalaran.
Bangun ruang adalah bangun tiga dimensi yang tersusun dari gabungan bangun datar. Bangun ruang pada dasarnya didapat dari benda- konkret dengan melakukan proses abstraksi dan idealisasi. Abstraksi adalah proses memperhatikan dan menentukan sifat atau kharakteristik khusus yang penting-penting saja dengan mengesampingkan hal-hal yang tidak penting. Idealisasi adalah proses menganggap segala sesuatu dari benda-benda konkret itu ideal seperti bambu agak melengkung dianggap lurus.
Isi (volum) suatu bejana (bangun ruang berongga) ialah banyaknya takaran yang digunakan untuk memenuhi bejana (ruangan) yang rongganya dapat diisi dengan zat cair atau padat
Materi bangun ruang termasuk ke dalam materi ujian. Salinan Lampiran Peraturan Kepala Badan Penelitian dan pengembangan Kemendikbud nomor 003/H/HK/2014 tentang kisi-kisi ujian sekolah/madrasah pada sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah, sekolah dasar luar biasa, dan penyelenggara program paket A/Ula tahun pelajaran 2013/2014, pada kompetensi 3 menyebutkan: “Memahami konsep volume bangun ruang sederhana dan menggunakannya dalam pemecahan masalah”. Lebih lanjut dalam salinan lampiran peraturan tersebut tentang indikator keberhasilan pada kompetensi 3 menyebutkan bahwa:
(1) siswa dapat menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan volume kubus atau balok, (2) siswa dapat menentukan volume prisma segitiga dari suatu gambar yang ukurannya diketahui, (3) siswa dapat menentukan volume tabung dari suatu gambar tabung yang ukurannya diketahui.

Macam-macam bangun ruang dan rumusnya adalah: (1) kubus dengan volume sisi x sisix sisi (), (2) balok dengan volume panjang x lebar x tinggi, (3) prisma segitiga dengan volume luas alas x tinggi, (4) tabung dengan volume  x x t. Nilai  adalah 3,14 atau .
C.      Model Pembelajaran KOTA KRETEK
Salah satu strategi pembelajaran untuk memacu siswa meningkatkan kemampuan pengerjaan soal volume bangun ruang  adalah dengan menerapkan model pembelajaran KOTA KRETEK”, yang merupakan akronim dari “Kooperatif Tipe STAD Berkreasi Teknologi Komputer”. Model ini adalah kreasi asli dari peneliti berdasarkan permasalahan yang dihadapi siswa dalam pembelajaran volume bangun ruang yang diadopsi dari pembelajaran kooperatif tipe Students Teams Achievement Division (STAD).
STAD dikembangkan oleh Robert E. Slavin dan rekan-rekannya di John Hopkins University, seperti kebanyakan model pembelajaran kooperatif lainnya, model pembelajaran STAD didasarkan pada prinsip bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam belajar dan bertanggung jawab dalam belajar teman-temannya dalam tim dan juga dirinya sendiri. Para siswa dibagi dalam tim belajar yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa belajar dalam tim untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya semua siswa, mengerjakan kuis mengenai materi secara sendiri-sendiri, dimana pada saat itu, siswa tidak diperbolehkan saling bantu.
Model ini menekankan adanya pengelompokkan siswa secara heterogen untuk saling membantu kelompok menguasai materi yang telah diberikan oleh guru, supaya siswa dapat mengerjakan kuis yang diberikan secara individual dengan baik guna perolehan skor untuk kelompok masing-masing. Hamdani (2011:93) menyatakan bahwa dalam model STAD, “siswa dikelompokkan secara heterogen, kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai seluruh anggotanya mengerti”.
Gagasan utama model KOTA KRETEK adalah pembagian siswa yang merata menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain. Siswa yang berprestasi tinggi diminta untuk saling membantu dengan teman dikelompoknya yang berprestasi rendah supaya saling menguasai materi yang diberikan oleh guru. Pendapat yang sama mengenai hakikat model KOTA KRETEK yang menekankan pada adanya pembentukan kelompok yang heterogen dan aktivitas untuk belajar bersama dalam kelompok. Adopsi model STAD ke dalam model pembelajaran KOTA KRETEK sangat penting untuk inovasi pembelajaran. Senada dengan itu, Aqib (2013:20) menyimpulkan bahwa dalam model STAD ini melibatkan kompetisi antar kelompok, “siswa dikelompokkan secara beragam berdasarkan kemampuan, gender, ras, dan etnis. Pertama-tama siswa mempelajarai materi bersama dengan teman-teman satu kelompoknya, kemudian mereka diuji secara individual melalui kuis-kuis”.
Model KOTA KRETEK akan melibatkan persaingan yang sehat antar kelompok siswa, siswa diminta untuk saling membantu teman-teman satu kelompoknya untuk menguasai materi supaya dapat mengerjakan kuis yang diberikan secara individual. Model pembelajaran ini mengelompokkan kemampuan campuran yang melibatkan pengakuan tim dan tanggung jawab kelompok untuk pembelajaran individu anggota. Siswa dikelompokkan menjadi kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 siswa. Setiap kelompok harus heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah (Asikin,2009:23).
Langkah-langkah model pembelajaran KOTA KRETEK sebagaimana kooperatif tipe STAD yaitu: (1) menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, (2) menyajikan informasi pelajaran, (3) mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok, (4) membimbing kelompok belajar, (5) evaluasi, (6) pemberian pengahargaan (Robert Slavin 1995 dalam Slameto,2011:17)
Lebih lanjut, menurut Slameto pembelajaran kooperatif tipe ini terdiri dari lima komponen utama, yaitu (1) penyajian kelas, (2) belajar kelompok, (3) kuis, (4) skor perkembangan dan (5) penghargaan kelompok.
Komponen penyajian kelas, mencakup pembukaan dan latihan terbimbing di keseluruhan pelajaran. Komponen belajar kelompok terdiri dari 4-5 siswa yang bervariasi dalam kemampuan akademik, jenis kelamin dan etnis. Selama belajar kelompok, tugas anggota kelompok adalah menguasai materi yang diberikan guru dan membantu teman sekelompok untuk menguasai materi tersebut. Siswa diberi lembar kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih keterampilan yang sedang diajarkan. Komponen kuis dikerjakan oleh siswa secara secara mandiri. Hal ini dapat menunjukkan apa saja yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam kelompok. Hasil kuis digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan dalam nilai perkembangan kelompok. Setelah diberi kuis, hasil kuis itu diskor dan tiap individu diberi skor perkembangan.
Prosedur penilaian dan penyekoran menurut Slavin (dalam Slameto,2011:80) adalah: (1) menetapkan skor dasar, (2) menghitung skor kuis terkini, (3) menghitung skor perkembangan yang besarnya ditentukan apakah skor kuis terkini mereka menyamai atau melampaui skor dasar mereka. Ketentuannya lebih dari 10 poin di bawah skor dasar mendapat poin 0, 10 poin di bawah sampai 1 poin di bawah skor dasar mendapat 10 poin, skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar mendapat 20 poin, lebih dari 10 poin di atas skor dasar 30 poin.
Penghargaan kelompok tiap-tiap tim menerima suatu penghargaan khusus berdasarkan pada sistem poin, yaitu rata-rata skor perkembangan tim 15-19 poin penghargaan tim baik, 20-25 poin mendapat penghagaan tim hebat, 25-30 poin penghargaan tim super.
Pemberian kuis (tes) ini menurut Arikunto (2009:44) berfungsi bagi siswa untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi, merupakan penguatan bagi siswa agar lebih termotivasi untuk belajar, mengetahui kelemahan siswa, Sebagai diagnosis kesulitan belajar siswa. Sedangkan fungsi pemberian kuis (tes) bagi guru untuk mengetahui sejauh mana bahan yang diajarkan sudah dapat diterima oleh siswa, mengetahui bagian-bagian mana dari bahan pelajaran yang belum dikuasai oleh siswa. Sebagai guru yang bijaksana maka guru harus memberikan tes (kuis) untuk mengetahui bagian mana dari materi pelajaran yang belum dikuasai oleh siswa.
D.      KREASI TEKNOLOGI KOMPUTER
Kreasi teknologi komputer adalah menggunakan media komputer pada pembelajaran KOTA KRETEK untuk mempermudah menjelaskan konsep volume bangun ruang. Secara sederhana, kreasi teknologi komputer yang digunakan adalah dengan multimedia powerpoint. Teknologi ini terdiri dari berbagai macam kombinasi grafis, teks, suara, video, dan animasi. Penggabungan ini merupakan suatu kesatuan yang secara bersama-sama menampilkan informasi, pesan, atau isi pelajaran yang dapat dibuat dengan mudah. Pembuatan media berbasis powerpoint sangat mudah karena pengguna tidak disulitkan menginstal software baru atau belajar penggunaannya, tetapi cukup pada aplikasi powerpoint yang tersedia dapat dengan mudah digunakan. Teknologi ini dibuat bertujuan untuk menyajikan informasi dalam bentuk yang menyenangkan, menarik, mudah dimengerti, dan jelas. Manfaatnya  sangat menjanjikan untuk peningkatan hasil dalam bidang pendidikan (Susilana, 2007:127).
Kreasi komputer dalam bentuk multimedia merupakan salah cara dimana orang dapat belajar berhadapan dan beriteraksi secara langsung dengan menggunakan komputer. Interaksi tersebut terjadi secara individual, dengan adanya link dan tool memungkinkan pemakai melakukan navigasi, berinteraksi, berkreasi dan berkomunikasi yang dapat digunakan untuk belajar mandiri atau berkelompok tanpa harus didampingi guru.
E.       Pentingnya Kreasi Teknologi Komputer
Seiring dengan perkembangan jaman, penggunaan komputer yang dikreasikan powerpoint sangat penting dalam pembelajaran, karena: (1) komputer menjadikan kegiatan belajar dinamis dalam hal penyampaian makna, kata-kata dalam aplikasi komputer bisa menjadi pemicu yang dapat digunakan memperluas cakupan teks untuk memeriksa suatu topik tertentu secara lebih luas, (2) komputer tidak hanya menyediakan lebih banyak teks melainkan juga menghidupkan teks dengan menyertakan bunyi, gambar, musik, animasi, dan video, (3) kelebihan pembelajaran komputer adalah menarik indera dan menarik minat, karena merupakan gabungan antara pandangan, suara dan gerakan, (4) multimedia menjadi alat yang ampuh untuk pengajaran dan pendidikan serta untuk meraih keunggulan bersaing.
F.       Kajian Empiris
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu penelitian Adam (2005) dalam penelitiannya berjudul “Pembelajaran perkalian pecahan melalui pembelajaran model STAD di kelas V Sumbersari 4 Kota Malang” dan hasilnya penerapan model STAD tingkat pemahaman siswa tentang perkalian pecahan meningkat.
Penelitian yang dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran matematika dengan model STAD yaitu PTK karya Deden M La Ode yang berjudul: Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Komputer kelas IV SDN To’bulung (Januari 2010) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa dengan penerapan model STAD Berbantuan Komputer siswa lebih berminat menjalani pembelajaran, lebih berani berekspresi, mengemukakan pendapat yang bekerja sama dalam kelompok, sehingga hasil belajar meningkat secara sigifikan.
Angga Adi Wicaksono, (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif STAD Terhadap Motivasi dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD Negeri Kandangan 03 Tahun Ajaran 2011/2012, menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, Peningkatan hasil belajar dengan signifikasi 0,006 < 0,05. Hasil rata-rata nilai posttest sebesar 79,8 dan untuk kelas kontrol sebesar 70,125. Kelebihan: Penelitian ini dilakukan dengan model pembelajaran yang sesuai dan menarik, sehingga siswa antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Kelemahan: baik peneliti ataupun guru yang melaksanakan pembelajaran perlu meningkatkan penguasaan kelas karena model pembelajarannya yang bersifat kelompok.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Enie Rusmalina, (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Pembelajaran Kooperatif STAD Terhadap Hasil Belajar Pada Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas IV SDN Karang Tengah 01 Tahun Ajaran 2011/2012, menyimpulkan bahwa nilai rata-rata kelas meningkat dari prasiklus yaitu 53  menjadi  69 pada siklus I, siklus II meningkat 75. Indikator kinerja hasil belajar siswa yaitu 70% siswa mendapat nilai 60, hasil menunjukkan bahwa 80% mendapatkan nilai  ≥ 60. Maka dapat disimpulkan bahwa indikator kinerja tercapai
G.      Kerangka Pikir
 kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
 

















Bagan 2.1 Kerangka berpikir PTK

H. Hipotesis Tindakan
          Hipotesis tindakan penelitian ini, Melalui model pembelajaran KOTA KRETEK, terjadi peningkatan kemampuan penyelesaian hitung volume bangun ruang siswa kelas VI SDN 2 Bulungkulon Tahun Pelajaran 2013/2014.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar